Wali Kota Tangsel Dua Periode dijagokan di Pilgub DKI 2024. Wali Kota Perempuan Pertama di Indonesia, kini sebagai Ketua DPD Golkar Tangsel
Bulan Oktober 2014 menjadi bulan penuh berkah bagi Kota Tangerang Selatan. Bukan karena hajatan besar yang diadakan pemerintah daerah kota berusia 14 t tahun ini. Bukan pula karena adanya perayaan super meriah yang dihadiri ribuan pengunjung.
Pada bulan itu, pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda), Kementerian Dalam Negeri, menganugerahi predikat terbaik pertama sebagai daerah otonom baru se-Indonesia.
Tangsel dipastikan meraih predikat itu setelah berhasil mengungguli 32 daerah otonom baru hasil pemekaran tahun 2008-2009. Tangsel mendapat poin 80,5 unggul 0,1 atas peringkat kedua, yakni Kabupaten Miranti, Kepulauan Riau, dengan poin 80,4.
Sedangkan peringkat ketiga diraih Kota Sungai Penuh, Jambi, dengan poin 79,0. Pemeringkatan dilakukan berdasarkan penilaian sejak tahun 2013 dan kemudian diputuskan dalam rapat Fasilitasi Pembinaan Daerah Otonom Baru Dirjen Otda.
Didapuknya Tangsel sebagai daerah otonom baru (DOB) terbaik dinilai dari beberapa indikator. Misalnya, struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (PAD) yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Begitu pula Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mengalami lonjakan signifikan dalam tiga tahun terakhir.
Di samping itu, program Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang diimbangi infrastruktur memadai juga menjadi salah satu pertimbangan. Semua indikator itu telah mengantarkan Tangsel sebagai salah satu DOB yang berhasil di Indonesia, serta layak dijadikan contoh bagi DOB lain.
Tentu saja semua keberhasilan itu tak didapat dengan gratis. Kerja sama antar unit pemerintah daerah, kekompakan antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), juga kerja sama antar pemerintah dengan masyarakat jadi faktor utama.
Tangsel tak lagi seperti dulu di mana garis komando dan jalur koordinasi dalam unit pemerintahan kurang jelas dan tegas. Tangsel juga tak seperti tahun 2010 di mana arah organisasi pemerintahan berjalan apa adanya. Semua serba tegas dan jelas semenjak Airin Rachmi Diany dipercaya rakyat memimpin Tangsel peiode 2010-2015.
Hari pertama menjabat Wali Kota, Airin dihadapkan pada kenyataan yang tak mudah. Ia bahkan hanya menggunakan fasilitas seadanya. Jangankan fasilitas penunjang, kantor saja masih numpang di lantai II Kantor Kecamatan Pamulang.
Saat itu, di ruangannya hanya ada dua meja: satu meja ukuran 1×5 meter untuk terima tamu, meja satunya lagi tempat ia bekerja. Meski begitu, tak nampak sama sekali perasaan tak nyaman di wajahnya. Justru, semangat kian menyala kala menjawab beberapa pertanyaan wartawan tentang apa saja yang akan dilakukan ke depan.
Perlahan namun pasti Airin mulai menata Kota Tangerang Selatan yang ia sebut rumah bersama. Langkah pertama yang ia lakukan adalah menata sistem dan struktur organisasi perangkat daerah.
Di sini mulai terlihat kecerdasannya meramu organisasi termasuk menempatkan orang berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Ia tak hanya melihat kompetensi, pengalaman atau prestasi, tapi juga integritas, komitmen organisasi dan impersonalitas.
Ini dimaksudkan agar perangkat bawahannya nanti tak asal bekerja, tapi benar-benar bertanggungjawab memberikan layanan terbaik pada masyarakat.
Setidaknya, ada tiga hal yang selalu ditekankan Airin terhadap aparatur birokrasi bawahannya. Pertama, visi bersama (shared vision). Hampir di setiap pertemuannya dengan SKPD, ia selalu menjelaskan—juga mengingatkan—visi bersama yang harus dicapai.
Visi itu sebagaimana telah ia bawa semenjak pencalonannya sebagai Walikota. Visi itu diinternalisasi ke dalam tubuh sistem sampai akhirnya menjadi kesadaran bersama untuk kemudian diperjuangkan secara bersama pula.
Yaitu, sebuah visi yang bertekad memberikan dan mendekatkan pelayanan terbaik pada masyarakat demi terwujudnya “Kota Mandiri, Damai, Asri dan Sejahtera”.
Kedua, persepsi bersama (shared perception). Sebagai konsekuensi adanya visi bersama, Airin berupaya menyamakan persepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan pada bawahannya.
Di setiap momen, ia memberi pandangan soal bagaimana paradigma yang harus dikembangkan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab pemerintahan. Paradigma kerja yang tak sesuai dengan upaya perwujudan visi pemerintahan diubah dan diluruskan.
Termasuk dalam hal ini ialah paradigma birokrasi yang sejatinya melayani bukan dilayani, menghargai bukan ingin dihormati, juga disenangi bukan ditakuti. Melalui persamaan persepsi ini, ia berharap tujuan bersama organisasi pemerintah bisa diletakkan di atas tujuan lainnya.
Ketiga, komitmen (commitmet). Airin seolah menyadari betul bahwa di antara beberapa sikap kerja yang utama, komitmen organisasi merupakan hal yang sangat penting.
Karena itu, tak heran jika ia cukup selektif memilih dan menempatkan pegawai, salah satunya, dengan melihat aspek komitmen ini. Komitmen yang dimaksud adalah komitmen afektif, yaitu sejauhmana seseorang mengidentifikasi diri (secara psikologis) dengan organisasi beserta tujuannya, serta seberapa kuat ia punya keterikatan moral dengan organisasi. Airin selalu menagih dan mengingatkan masalah komitmen ini di kalangan SKPD.
Tiga hal di atas jadi kunci Airin membangun kerja sama yang kuat serta membangkitkan kesadaran akan pentingnya nilai dan tujuan organisasi pemerintahan.
Melalui tiga hal itu, Airin berupaya semaksimal mungkin merajut bahasa yang sama (common platform) sebagai pijakan kebersamaan (common denominator) aparatur birokrasi. Walaupun upaya ini tidak mudah dan tidak singkat, tetapi ia tak pernah lelah menyampaikan tiga hal di atas pada jajaran SKPD.
Kadang ia menyampaikannya secara transaparan, kadang ia mebahasakannya dengan istliah yang berbeda.
Misalnya, ketika Airin melantik 114 pejabat struktural di lingkup pemerintah Kota Tangerang Selatan pada 19 September 2013. Pejabat yang dilantik berdasarkan Keputusan Wali Kota Nomor 821.2/KEP.486-BKPP/2013 itu terdiri dari 4 orang pejabat eselon II, 26 pejabat eselon III dan 84 pejabat eselon IV.
Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa seorang pejabat haruslah kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas (3K) melayani tuntutan dan aspirasi masyarakat.
Bahkan ia mendorong agar mereka bersikap dan berpikir out of the box dalam menyikapi keadaan. Sebab menurutnya, pola pikir yang biasa-biasa saja tidak akan melahirkan sesuatu yang brilian dan inovatif.
Sementara, yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana mendekati masalah lama dengan cara baru. “Saya sangat menghargai dan mengapresiasi pejabat yang mau kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas,” kata Airin suatu waktu.
Airin tak pernah lelah mengingatkan agar para pejabat dan PNS bekerja sungguh-sungguh. Untuk itu, ia pasti mengontrol pekerjaan bawahannya baik melalui evaluasi di rapat rutin maupun dengan cara cross ceck langsung ke lapangan.
Tak jarang ia memberi teguran atau treatment ketikaitu juga jika mengetahui kinerja mereka di bawah harapan. “Jangan hanya sebatas bekerja karena menunaikan kewajiban. Jangan datang, terus pulang. Harus ada tanggung jawab dan visioner,” kata Airin dalam salah satu pernyataannya di depan para pegawai di Cilenggang, Serpong, Kamis 23 Agustus 2012.
Pernyataan tersebut untuk menanamkan budaya kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas di tubuh birokrasi. Jika selama ini pejabat atau PNS biasanya dikenal hanya bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi, maka Airin ingin mengarahkannya lebih berorientasi pada ouput atau hasil.
Sehingga, tidak heran ketika ia menjelaskan mengenai tugas dan tanggung jawab suatu jabatan, ia selalu memulainya dengan menjabarkan target dan capaian yang harus terwujud pada periode tertentu.
Walaupun demikian, dengan menekankan prinsip kerja 3K serta mendorong pola pikir kreatif dan inovatif yang out of the box, bukan berarti Airin serta merta membolehkan bawahannya menerobos aturan yang berlaku.
Baginya, aturan tetaplah harus ditaati. Pedoman pelaksanaan teknis yang tertuang dalam tiap bidang tugas mesti diikuti agar hasilnya tidak bertolakbelakang dengan tujuan yang sebenarnya.
Yang ingin ia hindarai ialah jangan sampai dengan bersikap hati-hati justru tidak melahirkan kreasi program dan kebijakan apa-apa.
Menjagokan Airin di Pilgub DKI 2024 bukan hanya sebab keberhasilan, tapi lebih pada kenyataan keterpilihan dari arus bawah. Bahwa menjadi Wali Kota Tangsel adalah fakta dan mencalonkan diri pada Pilgub DKI Jakarta 2024 adalah cita untuk Indonesia raya.
Selamat menikmati kisah dalam demokrasi. Dan yakin usaha sampai !
Leave a Reply