5 Buku yang Selesai Dibaca Sekali Duduk

  • Omong Kosong yang Menyenangkan — Robby Julianda

Dalam novelet ini Robby menunjukkan ketelatenannya menggarap cerita. Ia meyakinkan pembaca bahwa pertemuan tidak terduga (dan sebentar) seperti gerakan bandul nasib, berayun antara keberuntungan atau kesialan. Yang terpenting, sejauh Robby menggunakan piranti intertekstual dari khazanah film, lagu, dan bacaan sebagai strategi penceritaan, ia dengan penuh kesadaran tetap mencecah narasi geobudaya kepengarangannya: nama-nama arkais, mitos pengusir jin, ulayat dalam perspektif adat dan pemerintah, serta orang muda yang memilih tinggal di kampung.

  • Arapaima — Ruhaeni Intan

Berkisah tentang seorang perempuan 21 tahun, pegawai toko ikan yang memiliki rahasia-rahasia, dari yang paling misterius hingga yang paling tragis. Meski begitu, si “Aku” sanggup menjalani hidupnya tanpa terjebak dalam keluhan-keluhan yang klise. Novela ini dapat dikatakan sebagai debut yang tidak bisa diabaikan begitu saja sebab narasi di dalamnya merupakan bentuk kesungguhan penulis untuk menghadirkan realita ketidakadilan yang melingkupi perempuan pekerja dan ancaman-ancaman yang mengintai kehidupan mereka.

  • Mereka yang Tidak Berbahagia — Ruhaeni Intan & Robby Julianda

Bercerita tentang dua orang payah yang sudah bosan dengan hidup. Mereka berdua sadar bahwa mereka termasuk orang-orang yang tidak berbahagia. Mereka berdua juga menyadari bahwa tidak ada yang bisa benar-benar disebut bahagia. Kepala mereka dijejali dengan prasangka-prasangka yang tak perlu dan gengsi mereka kelewat tinggi. Ketidakpastian adalah kata yang tepat buat menggambarkan interaksi di antara mereka.

  • Kepergian Kedua — Amanatia Junda

Birrul Walidain, seorang lelaki muda dengan persoalan keluarga besarnya di Gayut, Jawa Timur. Irul yang tinggal dan bekerja di Jerman dituntut memainkan peran utama sebagai cucu lelaki satu-satunya trah Jauhari, ketika Indah, sepupu kecilnya hamil di luar nikah. Apa yang akan terjadi pada Irul?

  • Manusia-Manusia Teluk — Artie Ahmad

Bercerita tentang Doha dan Ruda, sepasang sepupu yang selamat dari manusia-manusia Teluk yang menyerang wilayah tempat tinggal mereka dan mengambil alih tanah mereka. Meski begitu, sebagian usia mereka dihabiskan dengan menjadi pelarian dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam perlarian tersebut mereka bertemu dengan berbagai macam sifat manusia dan melewati berbagai bahaya. Mereka bertahan hidup tidak saja dari ancaman perampasan wilayah, tapi juga dari trauma dan gagasan- gagasan tentang kemerdekaan diri yang seolah-olah semakin sulit dimiliki.