Dari Abdullah Ibnu Mas’ud, Nabi bersabda: Demi Allah, sungguh engkau sekalian akan memerintahkan kepada kebaikan, melarang kemunkaran, mencegah seorang zalim berbuat kezaliman, mengembalikannya kepada kebaikan, dan menahannya untuk berbuat baik. (HR Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Jilid 10, hal. 93).
Dalam hadis lain disampaikan oleh Abu Bakar Asshiddik mengatakan: Aku telah mendengar Nabi bersabda: Sesungguhnya orang-orang (manusia) jika melihat seorang zalim melakukan kezaliman lalu mereka tidak mencegahnya, mereka sebentar lagi (hendak) ditimpakan siksaan atas mereka semua oleh Allah. (HR Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Jilid 10, hal 91).
Hadis-hadis di atas menegaskan seorang pemimpin atau tokoh masyarakat seniscayanya menjadi contoh terdepan dalam mensyiarkan inti ajaran agamanya, yaitu menyerukan kebaikan dan menghindari keburukan (amar ma’ruf nahi munkar). Allah Swt juga menegsakan dalam ayat:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali ‘Imran/3:104).
Menarik untuk dikaji ayat ini menggunakan istilah yad’una dalam menyerukan kepada kebajikan (al-khair) dan menggunakan istilah amr untuk sesuatu yang ma’ruf. Al-Khair adalah kebaikan yang belum sampai setingkat ma’ruf yang sudah common sense. Ini mengisyaratkan perlunya ada strategi dan metode dalam berdakwah. Kapan saatnya tuntutan itu diungkapkan melalui pendekatan dakwah (yad’un) dan kapan melalui pendekatan (amr) sebagaimana dijelaskan dalam ayat ini.
Di dalam menyerukan kebajikan juga secara mikro Allah Swt menjelaskan:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. al-Nahl/16:125).
Ayat ini juga menegaskan perlunya pendekatan secara professional di dalam menyuarakan amar ma’ruf-nahi munkar. Pertama dengan cara da’wah konvensional tetap kita diminta mengindahkan tata-krama, walaupun ketika menjalankannya dengan cara dialog.
Siapapun bisa memberikan nasehat atau dakwah kepada sasaran da’wahnya. Nabi pernah mengatakan Balligu ‘anni wa lau ayah” Berdakwahlah kepada mereka walaupun satu ayat (Al-Qur’an). Suatu Ketika kalangan sahabat bertanya: Untuk siapa nasehat itu wahai baginda Nabi? Beliau mengatakan: Untuk Allah, untuk rasul-Nya, untuk orang-orang beriman, dan untuk semuanya. Ketika seseorang menyaksikan yang lain melakukan kezaliman lalu ia tidak berusaha mencegahnya maka dikhawatirkan musibah dan azab Allah akan menimpa semuanya. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa orang yang mendiamkan kebenaran adalah syetan yang bisu.
Di dalam menyampaikan nasehat harus dengan lembut, sopan dan penuh kasih. Nesehat tidak boleh disampaikan dengan cara kekerasan apalagi sampai melukai, mempermalukan, dan dengan cara-cara yang tidak manusiawi lainnya, sebagaimana diuraikan dalam hadis dan ayat tersebut di atas.
Penulis Nasaruddin Umar
Leave a Reply