Di tengah pandemi, pilkada serentak akan digelar bulan depan. Siapa pun pemenangnya, harapan rakyat selalu sama: amanah. Tidak mudah tergoda. Oleh apa pun. Oleh siapa pun. Dalam kondisi apa pun.
Sebelum ke sana, ada satu kisah tentang pendekar dan seekor naga. Naga yang mendiami gua misteri. Entah darimana asal usul kisah yang sering diceritakan ini, namun tetap saja menarik.
…Gua itu telah memakan korban ratusan pendekar. Pendekar yang masuk gua tak pernah kembali. Hilang tak berbekas. Tak ada yang selamat.
Kisah menyebar bahwa di gua itu ada naga sakti. Sangat kuat. Sulit dikalahkan. Di satu padepokan, seorang mahaguru yang dianggap tingkat keilmuannya sangat tinggi, dipaksa oleh murid-muridnya untuk menjajal naga sakti tersebut.
Sang guru awalnya ragu. Tapi desakan dan rayuan para murid tak bisa dia elakkan. Dalam dirinya, ada juga hasrat ingin membuktikan kesaktian.
Akhirnya diputuskan: berangkat! “Demi kawulo, demi rakyat, demi kejayaan padepokan kita,” seru sang guru.
Di suatu pagi yang segar, diantar murid-muridnya, dengan bekal sumbangan warga sekitar padepokan, mereka berangkat.
Setelah menempuh perjalanan beberapa hari, sampailah mereka di mulut gua. Dengan gagah perkasa dan penuh ketenangan sang maha guru memasuki gua. Pedang saktinya dia genggam dengan kuat. Wajah sang naga selalu dalam fokusnya.
Baru beberapa langkah, dia langsung menemukan seekor naga. Naga itu dalam posisi siaga penuh. Seperti menjaga sesuatu yang sangat berharga.
Di luar dugaan, naga itu tidak seperti yang dibayangkan. Sekali tebas saja, naga itu langsung tersungkur. Mati.
Setelah mengalahkan naga, sang guru bergegas keluar gua. Dia ingin segera menceritakan keberhasilannya. Ingin menceritakan kepada murid-muridnya bahwa naga itu sangat mudah ditaklukkan. Tidak seperti ratusan pendekar lain yang hilang tak berbekas.
Ketika melangkah keluar, dia terantuk sesuatu. Rupanya emas berlian. Menyilaukan. Dia tergoda mengambil beberapa bongkah sebagai oleh-oleh. Juga untuk membuktikan keberhasilannya mengalahkan naga.
Ketika menggenggam emas, tiba-tiba tubuhnya bergetar. Dari ujung kaki merembet sampai kepala. Dia berubah: menjadi naga! Karena malu, niatnya untuk keluar gua dibatalkan. Dia bertahan di dalam gua. Dikelilingi emas berlian.
Dia menjadi penghuni baru. Mendiami gua. Selalu dalam posisi siaga. Menantikan pendekar baru yang ingin menantangnya. Di luar gua, murid-muridnya cemas. Maha gurunya tak kembali. Mereka lalu menyusun rencana: mendidik seorang pendekar baru. Untuk masuk gua. Balas dendam. Untuk membunuh naga. Juga untuk “kejayaan padepokan kita”.(*)
Sumber: RMCO.id
Penulis: Supratman
Penyunting: Suci Amalia
Leave a Reply