Terkecoh “Air Panas”

Kasus-kasus besar mulai dari ribut-ribut soal revisi UU KPK, RUU KUHP, RUU Minerba, RUU HIP, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Omnibus Law, RUU minuman keras, pilkada serentak, kebakaran Gedung Kejagung; muncul menghiasi jagat isu.
Terkecoh "Air Panas"
Terkecoh "Air Panas"

Karena sering berpindah isu, bangsa ini tak bisa fokus. Menclak-menclok. Mudah terombang-ambing. Selama Covid-19 banyak sekali isu yang datang. Silih berganti. Disertai demo. Bahkan ada yang meninggal.

Kasus-kasus besar mulai dari ribut-ribut soal revisi UU KPK, RUU KUHP, RUU Minerba, RUU HIP, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Omnibus Law, RUU minuman keras, pilkada serentak, kebakaran Gedung Kejagung; muncul menghiasi jagat isu.

Kasus-kasus yang menyeret nama-nama besar juga timbul tenggelam. Ada Harun Masiku, kasus Djoko Tjandra yang mengguncang dunia hukum dan aparat hukum, juga kasus mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Di sela-sela itu, ada kasus-kasus video syur mirip artis.

Sekarang kasus Habib Rizieq. Kasus ini juga dibumbui oleh isu lonte, spanduk, dan baliho.
Isu-isu tersebut bergilir menjadi headline dan perhatian utama. Menggeser isu-isu sebelumnya. Lalu, nasib KPK, Omnibus Law, KUHP dan sebagainya pelan-pelan meredup.

Karena ada “budaya” seperti ini, pihak luar dengan mudah melempar isu di tengah-tengah kerumunan bangsa Indonesia. Meletupkan petasan. Bangsa ini kemudian disibukkan oleh isu-isu yang dilempar itu.

Bahkan, bisa saja, oleh pihak yang tidak ingin Indonesia maju, bangsa ini dibuat hanya sebagai “pemadam kebakaran”. Melempar isu yang yang mengundang pro-kontra. Diadu domba atau teradu-domba. Berkelahi sendiri. Tak bisa lagi memikirkan hal-hal besar, substantif dan mendasar.

Melihat fenomena ini tiba-tiba teringat pertandingan sepakbola tarkam di kampung. Ketika menonton di pinggir lapangan, biasanya ada saja orang yang dari belakang meneriakkan “awas air panas, awas air panas!”

Mendengar peringatan itu, penonton di depan semuanya minggir. Memberi jalan. Takut kecipratan air panas. Setelah jalan terbuka, orang itu kemudian maju, berdiri paling depan. Mana air panasnya Tak ada. Terkecoh.

Repotnya, selagi fokus ke “awas air panas”, ada gol tercipta. Gol tak sempat dilihat. Siapa pencetak golnya, juga tak tahu. Yang tampak hanya gemuruh penonton yang bersorak ke girangan.

Si “pembawa air panas” tak jelas lagi posisinya. Mungkin berpindah tempat. Pergi ke kerumunan lain sambil mengingatkan dari belakang, “awas air panas, awas air panas!”

Sumber: RMCO.id
Penulis: Supratman
Penyunting: Suci Amalia