Jakarta – Membicarakan filantropi islam menarik sekaligus inspiratif. Mengingat dalam hitungan angka sangat mencengangkan, tapi dalam realisasi jauh panggang dari pada api. Seminar nasional bertemakan “Tata Kelola Filantropi Islam Indonesia” yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari ini Rabu (3/8) di Jakarta.
Pembicaranya adalah Direktur Sekolah Pascasarjana Asep Saepudin Jahar, Direktur Pengembangan Ziswaf Kemenag RI Tarmizi Tohor, Komisioner BAZNAS RI Saidah Sakwan, Ketua Forum Zakat Nasional Bambang Suherman, Ketua Pelaksana BWI Muhammad Nur, Staf Khusus Kemensos Faozan Amar dan Perhimpunan Filantropi Indonesia Suzanty Sitorus dengan moderator Ahsin Algori. Acara ini dilakukan melalui aplikasi zoom meeting 75 orang dan sisanya secara off line di Aula Prof Suwito Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta
Secara garis besar mencuat harapan untuk mengelola secara integratif, melihat peraturan perundang-undangan zakat, wakaf, IT dan sosial. Ini karena banyak sekali temuan di lapangan, tata kelola filantropi kerap menemukan jalan beresiko di lapangan.
Sebagai tuan rumah, Asep Saefudin Jahar menyampaikan bersyukur atas apresiasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta ketika melakukan seminar ini. Karena menurutnya, pelibatan kalangan akademisi dalam pilantropi Islam sangat penting agar bisa mengawalnya di lapangan.
“Saya menyambut baik seminar ini sebagai komitmen kami pada tata kelola filantropi Islam” ucapnya.
Dalam hitungan potensinya, filantropi islam di tanah air sebesar sekira 300 triliun tapi hingga kini BAZNAS RI sendiri sebagai pusat pengumpulan zakat hanya menargetkan 26 triliun untuk tahun 2022. “Ini artinya sangat memungkinkan untuk mengonsolidasikan amil di tanah air, karena potensinya sangat besar” kata Saidah Sakwan.
Saidah juga menyorori prihal prospek manajemen sumber daya manusia yang belum optimal. Sepanjang pengalamannya menjadi komisioner, Saidah telah melakukan trobosoan dengan memonitor ulang para penerima zakat setalah masa tertentu, bahkan ada yang sudah mengembalikan kartu mustahiknya karena sudah menjadi diplomat di Kementrian Luar Negeri RI.
“Kami mendapati para mustahik itu berubah menjadi muzakki. Artinya pengelolaan zakat harus dapat menjadikan mustahik menjadi muzakki di masa mendatang,’ tegasnya.
Dalam kacamata Tarmizi sebagai pihak yang memberikan keabsahan lembaga zakat, Kementrian Agama RI, menegaskan setiap lembaga sedianya harus meminta rekomendasi dari BAZNAS ketika mau mengesahkan lembaganya.
“Ini dilakukan agar bisa dikontrol dari mulai lembaga sampai manajemen pengelolaannya. BAZNAS dibuat untuk terus menjadi pengentrol pengelolaan zakat di lapangan,” pungkasnya.
Yang paling menjadi banyak sorotan adalah prihal pengumpulan filantropi islam yang telah menyebabkan media dikagetkan dengan pengelolaan yayasan aksi cepat tanggap yang disinyalir menggunakan dana operasional lebih dari 10 persen sebagai yang harus dikeluarkan sesuai syarat Penghimpnan Uang dan Barang.
Staf Khusus Kemensos Fauzan Amar menyarankan seminar ini bisa memberikan rekomendasi amandemen atas ketentuan sanksinya bagi yang menyelewengkan dana umat yang kini hanya dikenakan 10ribu rupiah dengan kurungan tiga bulan penjara.
“Ukuran 10 ribu rupiah untuk ukuran dana satu triliun sangat tidak cocok. Ini kan dibuat pada tahun 1960 yang nilai uang 10 ribu rupiah bisa jadi ukuran uang satu milyar sekarang,” keluhnya.
Fauzan menyampaikan kemungkinan penyelewengan pengumpulan uang dan barang ini bisa lewat personal, lembaga, yayasan bahkan stasiun tv swasta. “Ini artinya harus melibatkan juga instansi lain, termasuk juga Kemenkumham dan Kominfo. Engga mungkin kemensos mencabut akte pendirian yayasan yang menaungi izin PUB yang telah dicabut seperti kasus ACT kemaren,” pungkasnya.
Sementara Bambang dari Forum Zakat menegaskan kode etik yang dilakukan untuk mencegah terjadi seperti yang telah menimpa ACT. “Tapi ini sangat mungkin terjadi, karena kan memang di lapangan belum lengkap monitoring dan evaluasinya,” katanya.
Bambang menegaskan salah satu hal terpenting dalam mencegahnya adalah dengan menentukan standar penggajian amil agar bisa memenuhi sesuai ketentuan syariat dalam mengambil hak amil.
“Amil Zakat itu bukan sekedar penggajian, tapi meliputi di dalamnya dari perekrutan, pelatihan sampai jejering lainnya untuk melahirkan pengelolaan yang kuatz” tegasnya.
Dalam sesi tanya jawab banyak menyoroti soal pengawasan lembaga filantropi agar tidak terjadi lagi penggunakan dana tidak peruntukannya. Semua sepakat untuk menjaga animp public yang terus meningkat dalam filantropi Islam.
Leave a Reply