Inflasi Mengintai, Pj Gubernur Banten : Banten Terkendali di Angka 3,8 Persen

Banten, rmbooks.id – Penjabat (Pj) Gubernur Al Muktabar mengungkapkan angka inflasi Provinsi Banten terkendali di angka 3,8 persen, masih di bawah Nasional yang mencapai 4,9 persen. Pemprov Banten dengan berbagai agenda program, koordinasi antar daerah termasuk penggunaan produk lokal, berupaya mengendalikan angka inflasi.

“Kita di atas sedikit dari rata-rata inflasi di Pulau Jawa. Di Provinsi Banten ada Bandara Sokearno-Hatta, pergerakan harga avtur untuk dunia penerbangan menjadi salah satu penyumbang angka inflasi Provinsi Banten,” jelas Al Muktabar, usai mengikuti Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian Inflasi di Istana Negara Jakarta yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo secara virtual dari Pendopo Gubernur Banten Kp3b Curug, Kota Serang, ditulis Jumat, (19/8/2022).

“Kita akan kendalikan dengan berbagai agenda dan koordinasi antar daerah untuk komoditas tertentu. Pemprov Banten melakukan berbagai koordinasi dengan Pemerintah Daerah lain untuk mengendalikan inflasi,” tambahnya.

Dikatakan, inflasi harus dipahami sebagai bagian dari dinamika perekonomian. Sehingga angka inflasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak bagus terhadap aktivitas perekonomian.

“Hari Jum’at besok, Pemprov Banten juga akan melakukan operasi pasar,” ungkap Al Muktabar.

Terhadap peran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) turut memacu pertumbuhan ekonomi daerah, lanjutnya, saat ini serapan belanja APBD Pemprov Banten mendekati 52 persen. Kebijakan belanja 40 persen untuk produk lokal dalam negeri juga berjalan.

“Berdasarkan review BPKP, kita masih berjalan sesuai agenda pembelanjaan produk dalam negeri,” ungkap Al Muktabar.

“Kita juga ada katalog lokal dan aplikasi Plaza Banten yang berbasis UMKM untuk kita dorong terus,” tambahnya.

Al Muktabar juga mengimbau para pelaku UMKM di Provinsi Banten untuk melengkapi administrasi dan membuka toko online di Plaza Banten untuk menjangkau pasar di daerah lain.

Surat Edaran Mendagri Tito

Diberitakan tempo.co Minggu (20/8), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) agar daerah menggunakan alokasi anggaran belanja tidak terduga di APBD untuk mengontrol laju inflasi. SE terbit setelah Tito mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo demi mengendalikan inflasi nasional yang nyaris menyentuh 5 persen.

Dalam SE ini, Tito meminta semua kepala daerah di Tanah Air mengoptimalisasi anggaran dalam APBD untuk pengendalian inflasi daerah. Mulai dari menjaga keterjangkauan harga, daya beli masyarakat, kelancaran distribusi dan transportasi, hingga memberikan bantuan sosial untuk masyarakat yang rentan terhadap dampak inflasi di masing-masing daerah.

“Serta kestabilan harga pangan ketersediaan bahan pangan terutama dengan kerjasama antar daerah,” demikian bunyi poin 9 pada SE Nomor 500/4825/SJ tentang Pengunaan Belanja Tidak Terduga dalam Rangka Pengandalian Inflasi di Daerah

Dalam hal alokasi anggaran dimaksud belum tersedia, maka kepala daerah dapat menggunakan sebagian alokasi anggaran belanja tidak terduga di APBD. Caranya melalui pergeseran anggaran kepada perangkat daerah dengan melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang Penjabaran APBD. “Untuk selanjutnya ditampung dalam Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD,” demikian penjelasan lain di poin 10.

Alternatif lain yaitu dengan dituangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD. “Atau telah melakukan perubahan APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian penjelasan lanjutannya.

SE Tito ini terbit pada Jumat, 19 Agustus, atau sehari setelah Jokowi memimpin rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2022. Dalam rapat, Jokowi mengungkapkan perintahnya kepada TIto tersebut.

Ia meminta Tito menerbitkan aturan penggunaan anggaran tak terduga di daerah untuk mengendalikan inflasi. Jokowi ingin pos anggaran ini dipakai untuk menutup biaya transportasi distribusi pangan. “Saya sudah perintah, entah Surat Keputusan, entah Surat Edaran,” kata Jokowi.

Perintah diberikan Jokowi di tengah inflasi yang terus merangkak naik. Dalam rapat, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo melaporkan ke Jokowi bahwa inflasi tahunan pada Juli 2022 sudah menyentuh level 4,94 persen.

“Masih lebih rendah dari negara lain,” kata Perry. Akan tetapi, angka ini sudah melebihi batas atas sasaran yaitu 3 persen plus minus 1 persen. Salah satu biang keroknya adalah inflasi volatile food yang mencapai 11,47 persen, dari seharusnya maksimal 6 persen.

Jokowi lalu bercerita bahwa dirinya pernah ke Merauke, Papua, dan mendapat laporan stok beras di sana kondisinya melimpah. Masalahnya, tak ada yang membeli. “Harganya murah pak Rp 6.000 (per liter), saya cek ke bawah benar,” kata Jokowi menceritakan info yang dia terima.

Sementara, ada daerah yang kekurangan beras dan Jokowi heran kenapa tidak mengambil dari Merauke saja. Lalu, Jokowi mendegar keluhan bahwa masalah selanjutnya ada pada biaya transportasi yang mahal. Untuk itu dalam rapat dengan Tito beberapa waktu lalu, Jokowi menyampaikan bahwa biaya transportasi bisa ditutup dari anggaran tak terduga yang ada di daerah.

Intruksi Jokowi Ongkosi Biaya Distribusi

Jokowi pun meminta Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Pengendal Inflasi Pusat (TPIP) memahami masalah semacam ini. “Gunakan untuk menutup biaya menutup biaya transportasi, biaya distribusi, ini kerja lapangan,” kata Jokowi.

SE Tito ini terdiri dari 10 poin. Pada poin 1 sampai 8, mantan Kapolri ini merinci kembali sederet aturan yang mengizinkan daerah untuk mengggunakan anggaran untuk pengendalian inflasi. Rinciannya yaitu sebagai berikut:

UU Keuangan Negara

1. Pasal 28 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menegaskan bahwa dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

UU Pemerintah Daerah

2. Pasal 65 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas kepala daerah berwenang antara lain mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat.

PP Pengelolaan Keuangan Daerah

3. Pasal 4 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan bahwa Pemegang kekuasaan

Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai kewenangan antara lain mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat.

4. Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 mengatur bahwa Belanja tidak terduga merupakan pengeluaran anggaran atas Beban APBD untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak serta pengembalian atas kelebihan pembayaran atas Penerimaan Daerah tahun-tahun sebelumnya. Selanjutnya, dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi, menggunakan:

  • dana dari hasil penjadwalan ulang capaian Program dan Kegiatan lainnya serta pengeluaran Pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau
  • memanfaatkan kas yang tersedia.

5. Pasal 69 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 menegaskan bahwa keperluan mendesak meliputi:

  • kebutuhan daerah dalam rangka Pelayanan Dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
  • belanja daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib;
  • pengeluaran daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang undangan; dan/atau
  • pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.

6. Pasal 69 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 menegaskan bahwa pengeluaran untuk mendanai keperluan mendesak yang belum tersedia anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD dan/atau Perubahan DPA-SKPD.

Permendagri 77

7. Bab II Butir D.4.k Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan bahwa Tata cara penggunaan belanja tidak terduga untuk mendanai keperluan mendesak dilakukan melalui pergeseran anggaran dari belanja tidak terduga kepada belanja SKPD/Unit SKPD yang membidangi, dengan tahapan:

  • dalam hal anggaran belum tersedia, penggunaan belanja tidak terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam RKA-SKPD yang membidangi keuangan daerah;
  • dalam hal anggaran belum tercukupi, penggunaan belanja tidak terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam Perubahan DPA-SKPD; dan
  • RKA-SKPD dan/atau Perubahan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam melakukan perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD untuk selanjutnya ditampung dalam Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD atau dituangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD atau telah melakukan perubahan APBD.

Permendagri 27

8. Butir E.55.c Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2022 menegaskan bahwa dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian di daerah dan mengatasi permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat, Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk:

  • mendukung tugas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Pemerintah Daerah menyediakan alokasi anggaran dalam APBD Tahun Anggaran 2022 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
  • pengendalian harga barang dan jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat, seperti penyediaan 9 (sembilan) bahan pokok, melalui belanja tidak terduga yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.