Judul Buku : Akal Sehat, Refleksi dan Pemikiran Ketua DPR RI
Penulis : Bambang Soesatyo
Penerbit : RMBooks
Cetakan : Pertama
Volume : 373
Buku yang ada di hadapan pembaca ini merupakan kumpulan tulisan ketua DPR RI selama dua tahun terakhir. Sebagai sebuah kumpulan tulisan tentu saja terdiri dari beragam tulisan yang dibagi-bagi menurut klasifikasi tertentu sesuai benang merah yang ada dalam setiap bab itu.
Sebagai seorang politisi, Bamsoet berusaha membedah persoalan aktual kebangsaan dari sudut pendekatan politik yang dalam pembahasannya menyertakan teori sesuai tema yang diangkat. Bahasan ini memang terasa sangat ‘menggigit’, pasalnya Bamsoet memulai dari sudut pandang seorang ketua DPR RI yang punya kekuatan akses terhadap informasi kunci atas setiap persoalan yang dia bahas.
Semisal dalam halaman 49, Bamsoet berani menyatakan bahwa; “Perilaku kekanak-kanakan yang ditandai dengan kritik asal bunyi, saling hina, saling tuduh hingga saling ejek itu bertujuan mendegradasi elektabilitas lawan politik. Akan tetapi ketika semuanya dilakukan oleh aktor-aktor politik yang sejatinya tidak punya kompetensi pada isu-isu dimaksud, perilaku yang demikian sebenarnya menjurus pada tindakan bunuh diri politik.”
Bagi Bamsoet, akal sehat bangsa ini sedang diuji (hal-1). Ada dua pilihan yang punya risiko coba salah tinggi: apakah mampu berpikir jernih dan jujur, atau sebaliknya mengikuti syahwat kekuasaan yang dibarengi dengan amarah dan kebencian terhadap kelompok tidak sejalan. Kita dituntut mampu berpikir jernih dan jujur, yang pada gilirannya akan mampu dalam mengaktualisasi hakikat potensi manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia.
Dapatkan buku Akal Sehat, Refleksi dan Pemikiran Ketua DPR RI
Sebab kritik asal bunyi dapat diasumsikan menganggap publik bodoh sehingga akan percaya begitu saja pada kritik yang mengawur itu. Namun ketika publik paham bahwa kritik itu salah alias asal bunyi, para aktor politik itu akan dinilai tidak kompeten.
Dengan kata lain, kebebasan demokratis sebagai buah reformasi belum kunjung menghadirkan kehidupan politik yang lebih bermutu dan bermakna. Kebebasan sebagai negative right (bebas dari) mengalami musim semi. Namun, kebebasan sebagai positive right (bebas untuk) mengalami musim paceklik.
Selain itu Bamsoet menyoroti tentang berbagai bentuk pilihan dan kebijakan publik tidak menggunakan asas-asas nalar publik yang sehat. Demokrasi pada gilirannya hanya seperangkat prosedur dengan keputusan diambil dan kebijakan dihasilkan, itu pertama. Kedua, konsep politik dianalogikan dengan konsep ekonomi pasar. Kompetisi politik berhubungan erat dengan kompetisi ekonomi. Demokrasi sebagai suatu arena kompetisi bagi elite-elite terbatas dan teratas. Politisi adalah pengusaha, wakil rakyat adalah saudagar, pemilih adalah konsumen. Ketiga, demokrasi elitis ini membedakan dirinya dari sistem totalitarianism sejauh bahwa pemimpin dari demokrasi elitis diajukan sementara sistem kediktatoran berdasarkan pada pemaksaan. Keempat, rakyat umum memiliki peranan minimal dalam demokrasi ala Schumpeter ini.
Tidak dapat “menentukan” dan berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan. Demokrasi deliberatif mengatasi kekurangan demokrasi elitis dengan memandang kebebasan individu dan kesetaraan politik merupakan hal penting sejauh dapat mendorong kemampuan manusia untuk membentuk tatanan kolektif yang berkeadilan melalui deliberasi rasional.
Demokrasi prosedural yang berhenti sebatas ritual-ritual pemilihan adat modal dengan gonta-ganti peraturan dan desain kelembagaan politik tidak memiliki signifikansi bagi kecerdasan dan kreativitas kewargaan.
Kebebasan juga memberi ruang toleransi yang memungkinkan berkembangnya kesediaan mengapresiasi pendapat dan karya orang lain. Corak politik sangat menentukan. Demokrasi memberi nilai substantif bagi pencerdasan kewargaan sejauh menyediakan ruang kebebasan yang memungkinkan warga mengembangkan potensi kreatif, saling menghargai dan mengoreksi.
Buku “Akal Sehat”, yang ditulis Bambang Soesatyo ini, seperti mosaik yang memantulkan kecemasan dan harapan akan nalar sehat dalam politik. Di dalam berisi refleksi yang jujur dari seorang pemikir politik yang terlibat dalam kepemimpinan politik. Di berbagai tulisan yang merambah banyak isu, terlihat benang merah yang menggambarkan kerisauan, kegetiran, refleksi kritis, kritik konstruktif sekaligus harapan optimistik sekitar persoalan nalar publik dan akal sehat dalam politik negeri ini.
Menurutnya berpolitik tidak selalu tentang persaingan, apalagi terjebak dalam sikap puritanisme dan inklusif. Berpolitik eloknya bisa meletakan fungsi akal sehat pada tempatnya secara benar, yaitu memihak pada kebenaran, kejujuran, kebajikan dan tanggung jawab. Bukan pada fitnah dan kebohongan
Bisa menjadi bahan renungan dan pembelajaran bagi insan-insan politik dan pembelajar politik di negeri ini. Selamat membaca!
Leave a Reply