Jejak Kehidupan Sang Rektor, Prof Suyatno!

Suara kertap pintu terdengar. Sosok lelaki berkacamata mengenakan batik cokelat masuk ke dalam ruangan rektorat tak jauh dari tempat aku duduk. Lelaki itu langsung menyapa, dengan senyuman. Kaget bukan kepalang, ia adalah Prof. Suyatno!
Cover Buku Biografi Prof Suyatno

Saat itu jarum jam menunjukkan Pukul 17.00 WIB. Dalam ruang yang hening dan dingin, aku menunggu Prof. Suyatno dengan hati berdebar-debar. Ini kali pertama aku bertemu dengan Rektor UHAMKA yang katanya murah tersenyum itu.

Tak berselang lama, suara kertap pintu terdengar. Sosok lelaki berkacamata mengenakan batik cokelat masuk ke dalam ruangan rektorat tak jauh dari tempat aku duduk. Lelaki itu langsung menyapa, dengan senyuman. Kaget bukan kepalang, ia adalah Prof. Suyatno!

Sempat tak percaya kalau lelaki yang datang itu adalah seorang rektor. Penampilannya sungguh sangat sederhana. Tak ada kesan menunjukkan dirinya sebagai seorang rektor.

Prof. Suyatno menyunggingkan senyuman
begitu ramah. Kami berjabat tangan. Hangat sekali.

Pertemuan pertama dengan Prof. Suyatno saat itu sangat berkesan. Melekat dalam sanubari tersimpan rapi dalam ingatan. Benar kata orang, itulah Prof. Suyatno.
Gesit, sederhana, apa adanya, dan murah tersenyum.

Proses wawancara pun berlangsung. Aku tak banyak tanya. Prof. Suyatno seperti tahu apa yang aku butuhkan. Saat itu aku seperti mendengar Prof. Suyatno mendongeng. Prof. Suyatno membawaku menelusuri alur kehidupannya yang benar-benar dari titik nol.

Aku larut dan hanyut. Kadang kesedihan mendera hati, kala Prof. Suyatno menuturkan episode kehidupan keluarganya yang miskin. Tapi seketika kesedihan pergi, tatkala Prof. Suyatno dengan gaya khasnya berkata seraya tertawa, “Tapi saya senang menjalani itu semua, itulah hidup”.

Sebuah pengakuan yang jujur dan penuh rasa syukur.

***

Takdir Prof. Suyatno yang dilahirkan dalam keluarga melarat tak begitu saja membuatnya pasrah menerima. Tapi ia ubah keadaan itu sebagai motivasi untuk menggapai kehidupan lebih baik, tak ada jalan lain selain pendidikan.

Sang ayah memiliki peran besar dalam pemikiran Prof. Suyatno yang visioner. Terutama dalam mengedepankan pendidikan. Keteladan sang ayah dalam bekerja keras mengalir dalam darah Prof. Suyatno.

Walau sejak kecil hidup dalam belenggu kemiskinan dan peluh yang terus menerus
mengucur, Suyatno nyatanya bisa mengubah keadaan itu. Hal pertama yang ia lakukan adalah merantau atau hijrah
ke Jakarta.

Hijrah ke ibu kota juga tak semulus yang ada dipikirannya, Prof. Suyatno tak langsung bisa sekolah dan mendapatkan pekerjaan. Ia kembali harus tertatih. Sempat menganggur hingga hampir satu tahun.

Suatu waktu tak sengaja ia bertemu dengan pemilik warung soto madura. Prof. Suyatno pun bekerja di sana dengan jaminan disekolahkan. Usai lulus dari SPGN 3 Jakarta, dengan uang yang berhasil dikumpulkan, ia melanjutkan kuliah di IKIP-
Muhammadiyah Jakarta yang kini berganti nama dan dikenal dengan UHAMKA.

Selama kuliah di UHAMKA, Prof. Suyatno dikenal sebagai sosok yang cerdas sehingga ia populer di kalangan akademik. Di UHAMKA ia menemukan cintanya, Lily
Kristiandari. Di UHAMKA jualah karir Suyatno rupanya ditakdirkan.

Ia berhasil diangkat menjadi seorang dosen dan dekan, hingga akhirnya keadaan menggiringnya untuk terlibat dalam konversi IKIP Muhammadiyah Jakarta menjadi
UHAMKA. Di sini lah sepak terjang dan prestasi Prof. Suyatno mencuri perhatian PP Muhammadiyah.

Sebagai kader Muhammadiyah ia memegang teguh ajarannya, selalu berbuat yang terbaik dalam rangka mengabdi untuk
persyarikatan. Keberhasilannya dalam memimpin proses konversi berbuah kepercayaan lain. Ia didaulat menjadi Warek II UHAMKA.

Di sini pula ia menorehkan prestasi. Berbagai pembangunan di UHAMKA digenjot hingga akhirnya ia pun terpilih menjadi Rektor UHAMKA hingga tiga periode bahkan ditambah satu tahun.

UHAMKA dan Prof. Suyatno bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Namanya selalu beriringan, orang akan selalu mengingat UHAMKA adalah Prof. Suyatno, dan Prof. Suyatno itu adalah UHAMKA.

Kepiawaian mengelola kampus tersebut tak lepas dari kemampuannya dalam membina hubungan baik dengan berbagai pihak. Ia adalah sosok yang memegang teguh berkah silaturahim. Baginya silaturahim adalah kuncinya. Dengan jaringan yang kuat, mulai dari tingkat nasional maupun internasional, Prof. Suyatno memanfaatkannya untuk membangun UHAMKA.

Prestasi demi prestasi ia torehkan. Ia pun didapuk oleh PP Muhammadiyah sebagai Bendahara Umum PP Muhammadiyah. Tak berhenti di situ, ia juga kini diminta untuk mengabdi dan membangun Universitas
Muhammadiyah Bandung (UMB) di Bandung. Prof. Suyatno mengaku, sebagai kader Muhammadiyah ia hanya mampu menerima itu semua dan menjalankan amanah yang diterima, karena baginya hidup adalah mengabdi, memimpin perubahan.

Kisah perjalanan hidup yang dialami Prof. Suyatno sejak kecil hingga saat ini menjadi catatan yang tak saja layak dikenang tapi juga layak tuk diabadikan. Kehadiran buku
ini tak lain sebagai ikhtiar mengabadikan kisah perjalanan hidup Prof. Suyatno yang sangat inspiratif itu.

***

Tak terasa, waktu melesat begitu cepat. Hampir sejam aku hanyut dalam kisah dan cerita panjang yang dipaparkan
Prof. Suyatno. Tak lama, azan magrib berkumandang. Untungnya saat itu poses wawancara sudah selesai. Aku izin beranjak dari pertemuan dan berjabat tangan perpisahan.

Begitu keluar dari ruangan, aku melihat ramai orang mengantre di ruang tunggu ingin bertemu Prof. Suyatno.

Salam,

Arief D Hasibuan

(Penulis Buku Biografi, Prof Dr Suyatno M.Pd : Mengabdi, Memimpin Perubahan)