Syukur Alhamdulillah Musyawarah Nasional (Munas) MUI X berjalan lancar dan sukses. Munas yang berlangsung khidmat ini ditutup secara resmi oleh Wapres RI, Ma’ruf Amin pada Jumat, 27 November 2020.
Munas menghasikan sejumlah keputusan diantaranya KH. Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum MUI Periode 2020-2025 menggantikan Ketua Umum sebelumnya, KH Ma’ruf Amin.
Penetapan KH Miftach sebagai Ketum tersebut dilakukan secara mufakat oleh tim formatur Munas X MUI yang berlangsung tanggal 25 hingga 27 November 2020 di Hotel Sultan, Jakarta.
Sementara itu, KH Ma’ruf Amin didaulat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan dan saya sendiri ditetapkan sebagai Sekretaris Jenderal menggantikan Buya Anwar Abbas.
Munas juga menetapkan sejumlah nama untuk menduduki posisi wakil ketua umum, termasuk Buya Anwar Abbas, Marsyudi Suhud, dan Basri Bermanda.
Pemilihan tersebut dilakukan melalui rapat tertutup 17 tim formatur dengan mengikuti protokol kesehatan dan menjalani rapid test setelah sebelumnya swab test.
Perlu diketahui, penerapan protokol kesehatan ini merupakan ikhtiar agar Munas MUI dapat menjadi contoh bagi ormas dan lembaga yang akan melakukan kegiatan semacam ini.
Adapun 17 tim formatur Munas X MUI antara lain yakni, KH Ma’ruf Amin (unsur ketua umum), Anwar Abbas (unsur sekjen), Didin Hafidhuddin (unsur wantim).
Kemudian, Bambang Maryono (unsur MUI Kepri), Khaeruddin Tahmid (unsur MUI Lampung), Rahma Syafei (unsur MUI Jawa Barat), Maman Supratman (unsur MUI Bali), Khairil Anwar (unsur MUI Kalteng), Ryhamadi (unsur MUI Sultra), Abdullah Latuapo (unsur MUI Maluku).
Selain itu, Masduki Baidhlowi (unsur NU), Amirsyah Tambunan (unsur Muhammadiyah), Buya Basri Barmanda (unsur Perti-Tarbiyah), Sodikun (unsur Syarikat Islam), Jeje Zainuddin (unsur Persatuan Islam), Amany Lubis (unsur perguruan tinggi), dan Abdul Gofar Rozin (unsur pesantren).
Selain menetapkan formasi kepengurusan baru, Munas X MUI menghasilkan sejumlah keputusan antara lain; di bidang fatwa, Munas memutuskan empat fatwa soal haji, fatwa soal human deploit cell.
Sementara itu untuk rekomendasi, Munas X MUI mengeluarkan Taujihat Jakarta yakni :
Pertama, bagi seluruh ulama, tokoh Islam, dan pimpinan serta pengurus ormas Islam dan lembaga keislaman untuk menjadi penggerak sosialisasi dan internalisasi paradigma wasathiyatul Islam agar menjadi pemahaman yang dipeluk dan dipraktikkan oleh umat Islam Indonesia.
Kedua, persatuan dan kesatuan umat Islam merupakan cita-cita sepanjang masa yang harus terus menerus diikhtiarkan untuk diwujudkan.
Menjadi tugas seluruh ulama, tokoh Islam, pimpinan ormas Islam dan lembaga keislaman untuk terus menerus bertukar pikiran untuk merumuskan kesepakatan-kesepakatan di tingkat strategis dan makro hingga ke tingkat teknis operasional di lapangan dalam berbagai isu dan agenda.
Para ulama dan tokoh Islam di semua jajaran hendaknya terus meningkatkan rasa saling memahami dan saling membantu serta memperkuat ukhuwah Islamiyah.
Ketiga, umat Islam hendaknya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, bersabar dan menerima takdir adanya virus Covid-19.
Umat Islam sekaligus terus berikhtiar melakukan pencegahan dan mengatasi wabah ini dengan melakukan adaptasi kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, istiqamah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, berdoa, dan bertawakal, serta terus-menerus agar tetap dapat hidup sehat di tengah wabah Covid-19.
Umat Islam mendukung dan mendorong pemerintah dan berbagai lembaga penelitian dan lembaga kesehatan untuk meningkatkan berbagai ikhtiar dalam upaya menemukan vaksin anti virus Covid-19 yang benar-benar halal dan selanjutnya diberikan kepada rakyat.
Keempat, menjadi keniscayaan bagi semua untuk menjaga arah bangsa dan apabila dipandang kurang tepat maka menjadi kewajiban untuk meluruskan arah bangsa agar tetap sesuai dengan wasathiyatul Islam, Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Pengamatan dan pencermatan yang ada memunculkan pandangan bahwa sebagian kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan tidak lagi berkesesuaian dengan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar serta wasathiyatul Islam.
Praktik liberalisme, kapitalisme, sekularisme, hedonisme dan materialisme hidup dalam sebagian kehidupan bangsa Indonesia. Atas dasar itu, semua komponen bangsa harus kembali ke khittah Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 di semua bidang kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan.
Dengan langkah demikian akan terwujud arah bangsa dan kehidupan nasional yang sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI.
Kelima, pemerintah, lembaga negara, kekuatan politik dan lembaga politik, termasuk partai politik hendaknya mengedepankan etika dan moral, taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku, serta berorientasi kepada aspirasi rakyat agar dapat diwujudkan kehidupan politik yang demokratis, nomokratis, beretika dan bermoral.
Keenam, sebagian besar masyarakat Indonesia mengalami dampak sosial ekonomi dan psikologis serta sosial akibat pandemi Covid-19. Mereka yang terdampak termasuk para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah.
Atas dasar itu pemerintah serta seluruh komponen bangsa hendaknya meningkatkan upaya dan program nyata untuk mengatasi dampak-dampak negatif tersebut.
Menjadi kewajiban dan keniscayaan semua lembaga pemerintah dan komponen masyarakat memperkuat koordinasi dan kerja sama serta meningkatkan sinergitas dan integrasi kebijakan, program, dan anggaran serta SDM, termasuk untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini agar upaya mengatasi dampak negatif Covid-19 membawa hasil optimal dan menjaga masyarakat agar tetap sehat dan hidup sesuai standar.
Ketujuh, pendidikan untuk semua anak bangsa hendaknya tetap dijalankan walaupun di tengah wabah Covid-19. Namun demikian, pendekatan, bentuk, model, dan kurikulum serta materi pendidikan hendaknya disesuaikan dan mampu beradaptasi di tengah adanya wabah Covid-19.
Penyelenggaraan pendidikan di tengah wabah Covid-19 hendaknya mampu memadukan secara tepat dan serasi antara kebutuhan mendapat ilmu pengetahuan dan keterampilan dengan kebutuhan agar semua anak didik tetap sehat dan terlindungi dari virus Covid-19.
Kedelapan, penegakan hukum menjadi hal yang krusial dan menentukan kualitas sebuah pemerintahan apakah akan mendapat kepercayaan dari rakyat atau tidak.
Untuk itu pemerintah dan aparat penegak hukum hendaknya mampu menegakkan hukum secara tegas dan istiqamah agar dapat diwujudkan keadilan dan tegaknya kebenaran.
Penegakan hukum yang diskriminatif dan tebang pilih hanya akan mengecewakan dan membuat masyarakat apatis, kurang menghargai aparat dan lembaga penegak hukum serta pemerintah. Ini dapat berdampak pada kurangnya partisipasi masyarakat luas dalam mendukung pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
Kesembilan, dalam konteks global masih didapati perlakuan terhadap umat Islam yang diskriminatif dan tidak sesuai demokrasi, HAM, dan keadilan di berbagai belahan dunia, termasuk di beberapa negara di Asia dan Eropa.
Hal itu sejatinya bertentangan dengan prinsip dan nilai demokrasi, nomokrasi dan HAM yang selama ini menjadi nilai universal yang harus menjadi acuan bagi semua negara yang beradab.
Oleh sebab itu diharapkan hasil Munas MUI ini dapat disosialisasikan untuk menjadi bagian dari solusi menghadapi problem keumatan dan kebangsaan.
*Dr Amirsyah Tambunan
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat 2020-2025
Leave a Reply