Regenerasi Politik Kita

Ada pendapat kehadiran kaum muda ke dunia politik adalah sebuah langkah positif bagi masa depan perpolitikan Indonesia. Karena mereka adalah tunas bangsa punya efek positif pada masa depan perpolitikan tanah air.

Namun, regenerasi politik di Indonesia berkata lain. Meski masa depan politik Indonesia bergantung bergantung pada generasi muda, namun pada sisi lain rata-rata elit politik lama masih bertengger dalam dunia politik.

Parpol telah berubah menjadi milik seseorang secara turun temurun. Boleh jadi darah biru yang hanya bisa bertengger sebagai pimpinan parpol, sisanya jadi sinterklas yang harus manis berkata di depan sang majikan.

Sejatinya kekuasaan untuk mensejahterakan rakyat, bukan untuk keluarga atau golongan tertentu saja. Demokrasi telah membajak kedaulatan rakyat untuk melembagakan pundi politik dinasti.

Jika menilik pemilu 2014, ada sebanyak 414 calon legislatif yang berusia di bawah 30 tahun, atau 6,5 persen dari total 6.397 caleg. Berbanding terbalik dengan 2019, di mana ada sebanyak 878 caleg muda berusia di bawah 30 tahun, atau meningkat lebih dari 100 persen dari Pileg 2014.

Partai Solidaritas Indonesia menjadi partai yang paling banyak mengusung caleg muda dengan 171 caleg, disusul oleh Partai Garuda (84), Partai Persatuan Pembangunan (81), Partai Kebangkitan Bangsa (78), Partai Amanat Nasional (58), Gerindra dan Perindo (masing-masing 56), serta NasDem (52).

Sisanya adalah partai yang mengusung kurang dari 50 caleg muda. Golkar memiliki 45 caleg, Hanura (37), Partai Berkarya (35), PDIP (34), PKS (31), Demokrat (24), Partai Bulan Bintang (21), dan PKPI (20).

Namun tingkat keterkenalan politikus muda di mata publik cenderung masih rendah, tertinggal jauh dibandingkan politisi senior yang pernah maju dalam kontetstasi pemilu sebelumnya. Rendahnya popularitas itu akan membuat tingkat keterpilihan mereka sangat rendah pula.

Pada gilirannya tokoh muda sulit untuk tampil karena faktor di bawah bayang-bayang generasi yang lebih senior. Sebagian politikus muda bahkan terkurung oleh hegemoni elit politik lama ketika merintis karier politik. Ditambah lagi persoalan oligarki keluarga dan oligarki modal di internal parpol, menjadi realitas obyektif yang mudah dijumpai di hampir semua parpol.

Patut diwaspadai titik nadir regenerasi politik kita sering terhambat oleh demokrasi internal yang stagnan, telah terjadi paradoks manakala hadir realitas patronase politik, bahkan menjurus pada kecenderungan pelanggengan politik keluarga alias dinasti. Itu yang pertama.

Kedua, tradisi politik pragmatis dan rekrutmen khusus yang memanjakan kekuatan dinasti dan pemilik modal yang berpeluang besar mengambil alih atau melanggengkan kekuasaan. Ini menjadi ancaman bagi politisi yang benar-benar merangkak dari bawah, tanpa modal darah biru dan kantong tipis.

Ketiga, tentu saja kualitas moral dan intelektual para politisi, khususnya mengenai gagasan dalam mencari solusi terkait problematika masyarakat yang begitu kompleks. Caleg muda yang bertanding 2019 membentur ruang hampa karena minimnya kualitas moral dan intelektual di mata pemilih.

Ketiga titik nadir di atas, pada gilirannya membuat caleg muda sebagai bagian dari strategi parpol untuk menggaet pemilih muda, layu sebelum berkembang. Caleg muda menjadi umpan setengah matang, yang akhirnya bukan hadirnya regenerasi, melainkan kebuntuan regenerasi, atau bahkan degenerasi.

Padahal minimnya representasi politik anak muda di parlemen berdampak langsung pada produk kebijakan politik, budaya, sosial dan ekonomi yang menegasikan pertimbangan hak juga kebutuhan anak muda.

Bisa direfleksikan regenerasi parpol harus berubah wajah dengan mewajibkan partai politik melakukan kaderisasi anak muda minimal 30 persen dalam kepengurusan di tingkat pusat dan daerah.

Sudah waktunya bagi kaum muda untuk tampil dalam kancah politik nasional, mengingat mereka tidak memiliki beban masa lalu. Jika para politisi senior hadir lalu bercerita tentang masa lalu, maka saatnya anak muda yang hadir dan menjanjikan masa depan.

Kaum muda harus memiliki kecakapan moral dan intelektual yang mumpuni yang jadi harapan cerah bagi dunia politik di Indonesia. Keterlibatan generasi muda dalam politik adalah bagian dari proses regenerasi agar politik dapat lebih menarik bagi kalangan pemilih dalam proses pemilu.