Pengkhidmatan dan Jati Diri Kader Persyarikatan

Refleksi Dr Amirsyah Tambunan usai acara Taaruf warga Muhammadiyah yang berkhidmat di Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Syukur Al-hamdulillah, acara ta’aruf warga Muhammadiyah yang berkhidmat di Majelis Ulama Indonesia (MUI) berjalan lancar dan sukses. Meski digelar secara virtual, agenda silaturahmi kader matahari ini tak kehilangan ruhnya. Tetap berlangsung khidmat, cair dan penuh kehangatan.

Acara yang berlangsung pada Jumat malam, 15 Januari 2020 ini dipandu oleh Kiyai Sudarnoto Abdul Hakim dan Mas Muhammad Ziyad. Sebagai Sekjen, saya diberi kesempatan menyampaikan sambutan singkat. Lalu sesi Tausiyah disampaikan oleh Wakil Ketua Wantim, KH. Muhyiddin Junaidi, MA. Kemudian acara ditutup dengan sambutan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan, Prof. Dr. Syafiq Mughni, MA.

Dalam acara via zoom ini, sesama kader persyarikatan saling berkenalan. Saling beramah-tamah hingga sesekali saling melempar canda. Beberapa di antaranya juga saling memberitahu terkait tugas dan posisi mereka di MUI.

Tentunya yang paling menarik adalah momen di mana para kader saling memberi masukan, catatan, dan juga evaluasi. Tujuannya tak lain, saling menguatkan peran sesama kader dalam konteks kebangsaan, keagamaan, dan keummatan selama berkhidmat di MUI.

Sebagai kader Muhammadiyah yang saat ini diberi amanah sebagai Sekjen MUI (2020-2025), tentu saja saya sangat mengapresiasi acara ini. Apalagi acara yang diinisiasi para kader kebanggaan persyarikatan ini diketahui sebagai acara perdana yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Inilah yang kemudian membuat saya semakin percaya diri bahwa gairah dan ghirah berkhidmat para kader persyarikatan sangat tinggi. Kepercayaan saya itu dikuatkan lagi dengan bukti bahwa secara kualitatif dan kuantitatif kader persyarikatan masa khidmat 2020-2025 lebih signifikan dibandingkan masa khidmat 2015-2020 sebelumnya.

Musyawarah Nasional (Munas) MUI Pusat yang digelar 25-27 Desember 2019 kemarin telah mengamanatkan saya menjadi Sekretaris Jenderal MUI yang berlatarbelakang dari persyarikatan Muhammadiyah sebagai wakil ketua Majelis Wakaf PP Muhammadiyah.

 

Dua Ormas besar bersama Ketua Umum MUI Miftachul yang saat ini juga menjabat posisi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan memimpin MUI selama lima tahun ke depan.

Saya yang mewakili intelektual muda Muhammadiyah dipercaya menggantikan Buya Anwar Abbas yang sebelumnya sebagai Sekjen MUI.

Sejak amanah itu disematkan, yang terpikir pertama kali oleh saya adalah bagaimana memperkuat dan menjadikan MUI sebagai tenda besar dan milik bersama umat Islam. Ini penting dilakukan agar MUI benar-benar menjadi wadah musyawarah para ulama, zuama’ dan cendekiawan dari berbagai latar belakang Organisasi Islam (Ormas).

Saya jadi teringat pesan Buya Anwar Abbas mantan sekjen MUI yang saat ini sebagai waki Ketua Umum MUI. Dalam rapat perdana Dewan Pimpinan Pusat MUI pada (29/12/20) lalu, Buya Anwar Abbas mengingatkan agar komposisi kepemimpinan MUI dibagi secara proporsional dengan memperhatikan representasi dari Ormas, kompetensi, dan integrity (fakta integritas).

Buya juga mengingatkan, agar ketika Dewan Pimpinan MUI menyusun komposisi kepengurusan MUI hendaknya memperhatikan dari latar belakang Ormas dan tentu mengalami dinamika organisasi. Pesan dan nasihat Buya Anwar Abbas inilah yang menjadi pegangan bagaimana mewujudkan MUI sebagai tenda besar umat Islam.

Jati Diri Kader Persyarikatan

Salah seorang pendiri MUI yang menjadi Ketua MUI pertama, Buya H Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih akrab kita sapa Buya Hamka mengatakan, filosofi berkhidmat di MUI seperti halnya Bika Ambon yang proses pembuatannya dari atas di tekan dan dari bawah di panaskan oleh api.

Artinya semangat api yang menyala dari umat harus menjadi komitmen untuk membawa umat ke arus utama perubahan agar umat Islam menjadi kuat (taqwiyatul ummah). Atas dasar itulah, warga Muhammadiyah yang berkhidmat di MUI harus mampu melayani umat (khodimul ummah) melalui mitra strategis dengan pemerintah (shodiqul hukumah).

Salah satu jati diri dari warga persyarikatan adalah terus berikhtiar untuk perupaya menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ini merupakan tujuan Muhammadiyah sebagaimana didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan.

Agar tujuan ini menjadi jati diri warga persyarikatan, maka saya berharap lebih dari 132 warga dan kader Muhammadiyah yang berkhidmat di MUI (2020-2025) hendaknya senantiasa berkomitmen membawakan niat (tujuan) KH. Ahmad Dahlan untuk mewujudkan kemaslahatan umat dan bangsa.

Melepas Belenggu Covid-19

Dalam konteks kebangsaan, ikhtiar yang harus kita lakukan adalah bagaimana agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat. Untuk mewujudkan bangsa yang bermartabat diperlukan kerja keras seluruh komponen bangsa – tanpa terkecuali – terutama di masa Pandemi Covid-19.

Tantangan di depan mata kita antara lain memutus mata rantai dan melepas belenggu Covid-19 melalui vaksinasi. Vaksinasi ini merupakan bagian dari ikhtiar umat dan bangsa menciptakan herd immunity atau kekebalan tubuh bersama. Syarat terjadi herd immunity, bila minimal 70% tervaksinasi.

Artinya cakupan 70% masyarakat Indonesia telah mengikuti vaksinasi sesuai prosedur yang telah di tetapkan oleh Kemenkes RI. Bila tidak, maka kekebalan tubuh bersama tidak terjadi dan virus Covid-19 akan tetap menjadi problem dalam kehidupan bermasyarakat bangsa dan bernegara.

Untuk itu sesuai anjuran yang disampaikan melalui Fatwa MUI nomor 2 tahun 2021 mari kita sukseskan pelaksanaan vaksinasi yang halal dan thoyib. Thoyib artinya efektif dan aman sebagai salah satu ikhtiar dan mementum untuk menyelamatkan umat dan bangsa dari bahaya nyata Covid 19.

Alhamdulillah saya sudah divaksin pada Rabu (13/01/21). Saya berkesempatan menjadi salah satu peserta vaksinasi perdana yang dilaksanakan di Istana Negara Jakarta. Selain saya ada juga berapa dari unsur tokoh lintas agama lainnya yang turut divaksinasi, satu di antaranya adalah Suriyah PBNU KH. Ahmad Ishomuddin.

Sambil menunggu vaksin mencukupi jumlah dan cakupannya, ikhtiar lain yang harus kita dilakukan adalah menjalankan protokol kesehatan dengan ketat dengan cara pola 5 sehat 6 sempurna. Antara lain; disiplin memakai masker, cuci tangan, jaga jarak, olahraga (istirahat yang cukup, tidak mudah panik), makan makanan yang begizi dan terakhir doa dan tawakkal kepada Allah SWT. Itu yang disebut lima sehat enam sempurna.

Mudah-mudahan bangsa kita bisa segera terbebas dari belenggu pandemi Covid-19, sehingga ekonomi umat dan bangsa bisa kembali bangkit sesuai amanat Pancasila untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amin..

Penulis: Dr Amirsyah Tambunan (Sekjen MUI Pusat)