Menjalani puasa tidak terasa, waktu berjalan seiring dengan terbiasa lapar-dahaga di siang hari. Dan ternyata, lapar-dahaga itu adalah duka kehidupan yang dialami separuh lebih rakyat Indonesia.
Bagi kaum dhuafa, suka dan duka menjalani kehidupan hanya soal isi perut. Mereka sulit berfikir untuk kepentingan selanjutnya, seperi sandang dan papan. Kebutuhan dasar biar perut terisi secara wajar masih butuh kepastian.
Apakah dari kebijakan anggaran penguasa untuk mengentaskan kemiskinan sistemik? Atau dari para dermawan yang mendedikasikan diri untuk berbagi pada sesama?
Mempertahankan kebaikan ramadhan, terutama dialamatkan pada kaum muda kita. Mengingat dia adalah usia produktif yang kemungkinan meraih pundi-pundi keberhasilan.
Mereka punya tugas menjadikan segala yang bisa diraih untuk tetap dibagikan kepada sesama. Realitas kemiskinan butuh peran semua golongan masyarakat, terutama dari usia produktif.
Memperhatikan kebaikan ramadhan, tidak perlu diragukan lagi menjadi pemicu kepada pemerintah. Kebijakan pemerintah tahun 2016 yang dialamatkan pada kebutuhan dasar rakyat harus dipertegas lagi. Jika memang pemerintah akan melakukan program dalam waktu dekat, harus kita dukung.
Dukungan rakyat akan program pemerintah, sebenarnya bukan hanya soal pernyataan di ruang publik. Bahkan partisipasi aktif, terutama dalam pengawasan penggunaan anggaran. Masih mungkin terjadi penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Bukti menunjukkan, banyak pengemplang uang negara punya implikasi luar biasa pada sektor pemberdayaan ekonomi rakyat. Para penyela anggaran itu, sering tidak mengindahkan norma dan rasa kemanusiaan.
Amanah kekuasaan bergeser menjadi alat paling halus dalam meraup pundi keuntungan sesaat. Dan pada gilirannya menyumbat penyaluran pemberdayaan ekonomi rakyat sesuai peruntukannya.
Dakwah atas penyalahgunaan anggaran, adalah perintah Islam yang sering diasosiakan dengan kalimat “amar ma’ruf nahi munkar”; memerintahkan kebaikan dan upaya optimal menghapus kemunkaran anggaran.
Dakwah ini menjadi kewajiban individu karena alasan kepentingan umat yang telah terkoyak oleh pencoleng uang negara itu.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya.
Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’.” (HR. Muslim)
Makna hadis di atas adalah tingkatan memberantas kemunkaran. Yang paling penting, siapa yang mampu untuk merubahnya dengan tangan maka dia wajib menempuh cara itu. Yakni para penguasa dan atau petugas atas nama negara untuk memberantas kemunkaran anggaran.
Dalam sebuah keluarga, perannya diserahkan kepada kepala rumah tangga. Kekuasaan kepala keluarga mencakup di dalamnya memaksa anggota keluarga; anak-istri untuk melakukan perbuatan yang baik DNA mencegah dari yang munkar.
Terkait dengan ‘melihat kemungkaran’ di sini bisa dimaknai ‘melihat dengan mata dan yang serupa dengannya’ atau melihat dalam artian mengetahui informasinya.
Apabila seseorang bukan tergolong orang yang berhak merubah dengan tangan maka kewajiban untuk melarang yang mungkar itu beralih dengan menggunakan lisan yang memang mampu dilakukannya.
Dan kalau pun untuk itu pun dia tidak sanggup maka dia tetap berkewajiban untuk merubahnya dengan hati, itulah selemah-lemah iman.
Mengubah kemungkaran dengan hati adalah dengan membenci kemungkaran itu dan munculnya pengaruh terhadap hatinya karenanya.
Perintah untuk mengubah kemungkaran yang terkandung dalam hadits ini tidaklah bertentangan dengan kandungan firman Allah ‘azza wa jalla, “Hai orang-orang yang beriman urusilah diri kalian sendiri. Tidak akan membahayakan kalian orang yang sesat itu apabila kalian sudah berada di atas petunjuk.” (QS. al-Maidah: 105)
Makna dari ayat ini adalah: apabila kalian telah melaksanakan kewajiban beramar ma’ruf dan nahi mungkar yang dituntut (oleh agama) itu berarti kalian telah menunaikan kewajiban yang dibebankan kepada kalian.
Setelah hal itu kalian kerjakan, maka tidak akan merugikan kalian orang yang sesat itu selama kalian tetap mengikuti petunjuk.
Bulan ramadhan tahun ini adalah cara paling ampuh untuk menguji kebiasaan baik terkait amar ma’ruf nahi munkar.T Terutamakonsisten mengingatkan, paling tipis benci dalam hati atas prilaku mengemplang uang rakyat.
Satu dari sekian harapan perbaikan bangsa, dititipkan pada kaum muslim karena spirit ramadhan. Jangan sampai puasa jadi cerita indah simbolik yang kering dari kosakata aksi untuk kemanusiaan universal.
Leave a Reply