‘Troubled Blood’ Novel Terbaru JK Rowling yang Tuai Kontroversi

"Troubled Blood" berisi tentang pembunuh berantai yang berpakaian seperti perempuan saat melakukan teror pembunuhannya
Penulis novel Harry Potter, JK Rowling/Sumber Foto: Internet

RMBOOKS.ID – Penulis termasyhur, JK Rowling baru saja merilis novel terbarunya berjudul “Troubled Blood”, Selasa (15/09/20).  Uniknya, sebelum resmi diluncurkan, novel ini menuai kontroversi. Netizen ramai-ramai melambungkan tagar #RIPJKRowling di jagat Twitter. Netizen menganggap karier Rowling resmi “tamat” dengan dirilisnya novel tersebut.

“Troubled Blood” sendiri berisi tentang pembunuh berantai yang berpakaian seperti perempuan saat melakukan teror pembunuhannya. Mengikuti kisah seorang detektif swasta, Cormoran Strike yang menginvestigasi pembunuh berantai cisgender pria yang pakai pakaian perempuan untuk membunuh para korban perempuan.

Menggunakan nama samaran Robert Galbraith, ini jadi buku kelima serial kisah sang detektif Cormoran Strike. Di buku kedua yang berjudul “The Silkworm”, Rowling menggambarkan salah seorang karakter trans sebagai sosok yang “tak stabil dan agresif”.

Dalam sebuah ulasan di The Telegraph disebutkan buku diberi nilai tiga bintang dari lima bintang.

“Inti cerita di buku ini adalah investigasi soal kasus tak terpecahkan hilangnya dokter Margot Bamborough pada tahun 1974 yang jadi korban pembunuh berantai Dennis Creed, seorang transvetif (orang yang gemar pakai baju yang didesain untuk lawan jenis),” tulis The Telegraph dalam reviewnya.

“Orang bertanya-tanya apakah sikap Rowling pada isu-isu trans akan membuat sebuah buku punya pesan moral: jangan pernah percaya seorang pria yang pakai gaun” lanjut tulisan tersebut.

Sebelumnya, pada bulan Juni lalu, Rowling membela diri soal komentar kontroversial dia terkait transfobia di masa lalu dalam esai panjang, yang juga mengungkapkan bahwa dia diserang secara seksual sebagai seorang wanita muda.

“Saya khawatir tentang ledakan besar pada wanita muda yang ingin transisi dan juga tentang meningkatnya jumlah yang tampaknya detransisi (kembali ke jenis kelamin asli mereka), karena mereka menyesal mengambil langkah-langkah yang, dalam beberapa kasus, mengubah tubuh mereka tidak dapat ditarik kembali, dan mengambil kesuburan mereka,” tulisnya.

Dia dan 100 penulis dan cendekiawan lainnya juga menulis sebuah esai yang menyerukan berakhirnya budaya “cancel” batal, mengutip “intoleransi terhadap pandangan yang berlawanan,” pada bulan Juli.

*Diolah dari berbagai sumber