Tak bisa dipungkiri. Covid-19 menjelma menjadi katalisator dalam dunia pendidikan. Ada beberapa indikator yang mengisyaratkan bahwa Covid-19 telah menjadi katalis terhadap pendidikan kita – sebagaimana disebutkan Gloria Tam dan Diana El-Azar di World Economic Forum berikut:
Pertama, ditemukannya inovasi yang diluar prediksi sebelumnya. Lambatnya perubahan dalam institusi-institusi pendidikan secara global sangat disesalkan, dengan pendekatan pengajaran yang berbasis berabad-abad, bias institusional yang mengakar dan ruang kelas yang ketinggalan zaman. Namun, COVID-19 telah menjadi katalis bagi institusi pendidikan di seluruh dunia untuk mencari solusi inovatif dalam waktu yang relatif singkat.
Di Tiongkok, 120 juta siswa mendapatkan akses pembelajaran melalui siaran televisi. Di Nigeria, standar asynchronous dalam jaringan (seperti materi membaca melalui Google Classroom) di-augmentasi dengan instruksi video tatap muka. Di Lebanon, pembelajaran dalam jaringan juga dilakukan. Bahkan, untuk mata pelajaran olahraga di mana siswa merekam latihan atletik mereka di rumah. Lalu dikirim dalam bentuk video ke guru mereka.
Kedua, meningkatnya kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Hanya dalam beberapa minggu terakhir, kita telah melihat konsorsium dan koalisi pembelajaran terbentuk, dengan beragam pemangku kepentingan termasuk pemerintah, penerbit, profesional pendidikan, penyedia teknologi, dan operator jaringan telekomunikasi berkumpul bersama untuk menggunakan platform digital sebagai solusi sementara ditengah pandemi.
Di Cina, Kementerian Pendidikan telah mengumpulkan sekelompok konstituen yang beragam untuk mengembangkan platform pembelajaran berbasis awan (cloud) serta meningkatkan berbagai infrastruktur pendidikan, yang dipimpin oleh Kementerian Pendidikan dan Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi .
Demikian pula, forum readtogether.hk yang berbasis di Hong Kong, dimana lebih dari 60 konsorsium organisasi pendidikan, penerbit, media, dan profesional industri hiburan, menyediakan lebih dari 900 aset pendidikan, termasuk video, bab buku, alat penilaian dan layanan konseling secara cuma-cuma. Tujuan konsorsium adalah untuk terus menggunakan dan memelihara platform dalam jangka panjang bahkan setelah COVID-19.
Melalui contoh-contoh seperti ini, terbukti bahwa inovasi pendidikan menerima perhatian di luar proyek sosial yang didanai pemerintah atau nirlaba. Dalam dekade terakhir, kita telah melihat minat dan investasi yang jauh lebih besar, datang dari sektor swasta dalam solusi dan inovasi pendidikan. Dari Microsoft dan Google di AS dan Samsung di Korea hingga Tencent, Ping An, dan Alibaba di China, perusahaan-perusahaan bangkit menuju imperatif strategis penduduk terpelajar.
Sementara sebagian besar inisiatif hingga saat ini terbatas dalam ruang lingkup dan relatif terisolasi. Pandemi ini dapat membuka jalan bagi koalisi lintas-industri berskala lebih besar untuk dibentuk di sekitar tujuan pendidikan bersama.
Ketiga, kesenjangan digital yang semakin menganga. Pembelajaran secara daring telah menjadi tren dunia saat ini. Pembelajaran seperti ini tentunya sangat bergantung pada kualitas dan akses digital. Sementara kelas virtual di dalam Handphone, Komputer serta Tablet (HKT) mungkin menjadi norma di China dan di Hongkong. Lalu bagaimana dengan negara kita, Indonesia? Jangankan mengikuti tren dunia, akses internet saja masih belum merata!
*Arief Hasibuan
Direktur Operasional RMBooks dan Magister Ilmu Politik FISIP UI
Leave a Reply