Dalam Sebuah Musibah

Setiap aspek kehidupan tersudutkan, virus covid-19 mengintai setiap orang. Tidak mengenal tua dan muda, miskin dan kaya hingga rakyat dan penguasa. Semua diuji oleh Yang Kuasa untuk tetap hidup meski entah kapan musibah berakhir.

Kitab suci mengajarkan kesabaran dari semua ujian, dari takut, lapar, tidak ada bekal, tumbuhan dan binatang juga langka. Yang detik ini diwujudkan dengan pukulan sektor produktif dalam lini kehidupan.

Bertahan diam berisiko batas stok bekal kehidupan, atau bergerak seolah virus itu bohong tapi senyatanya banyak nyawa melayang di sekelilingnya. Perih getir dilemanya menjadikan separuh lebih penduduk muka bumi berdiam diri.

Adalah vaksin yang belakangan ini konon akan mengurangi beban musibah. Dia akan disuntikkan pada setiap warga agar bisa kembali beraktifitas. Apakah benar terjadi atau tidak ada hasilnya? Entah siapa yang yakin.

Karena mangkalnya virus banyak diantisipasi dengan pola hidup. Dari sekedar minum air hangat, berjemur, olah raga sampai spekulasi lainnya.

Kini juga lahir virus dengan varian baru, yang pada gilirannya belum memastikan kehidupan pada sedia kala. Varian baru ditakutkan harus diantisipasi dengan cara baru lain yang butuh percobaan sampai hasilkan penanganannya.

Musibah ini menjadikan cara pandang atas pola hidup meletup-letup. Bukan soal mengandalkan narasi pemerintah, tapi praktik di lapangan penuh risiko.

Pemerintah berada di ujung tanduk kehidupan, mengeluarkan jurus penanganan dengan beragam cara. Terakhir, mengganti personil kabinet seakan bisa menjadikan penanganan virus tahun depan akan berhasil.

Narasi pemerintah di seluruh dunia lebih banyak menahan dari penyebaran virus, bukan pada antisipasi ekonomi yang nantinya diharapkan bisa membuat warga bisa kembali beraktifitas.

Kalaupun mengawinkan penanganan virus dengan skema ekonomi, belum tentu menyentuh batas maksimal membuat warga bisa produktif. Batasan yang ditetapkan pada gilirannya menjadikan skema ekonomi tidak akan menemukan bentuknya yang sempurna.

Pemerintah negara bangsa kalaupun melakukan pembatasan lagi, akan terjebak pada keterbatasan bekal kehidupan. Negara akan kehabisan nafas mengiringi derita rakyatnya di masa mendatang.

Ada kebiasaan ekonomi yang unik, dengan saling tukar barang jualan antara warga. Jual beli model baru ini mengorbankan sektor produksi seperti biasanya.

Beberapa penjualan selain kebutuhan dasar terjun bebas karena terkurangi oleh model jual beli baru ini. Tenaga kerja melayang hanya menyisakan sektor produksi kebutuhan dasar. Tapi menggulung produksi lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja.

Sampai di situ, narasi pemerintah kita pada tahun 2021 mendatang akan semakin memperkuat pelaksanaan program penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi yang mana fondasinya telah dibangun di tahun 2020 ini.

Adalah program PCPEN akan difokuskan khususnya dalam hal pelaksanaan vaksinasi secara gratis, pemberdayaan UMKM, implementasi UU Cipta Kerja dan pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI), serta sejumlah kebijakan fundamental lainnya.

Lepas dari itu semua, kita diajarkan oleh agama bahwa di balik setiap kesulitan senantiasa terdapat kemudahan. Selalu menjaga asa, optimisme dan Insya Allah hari esok akan lebih baik dibanding hari kemarin.

Amiin ya robbal alamiin